Anggota DPR Menolak Kenaikan Iuran BPJS

Anggota DPR RI, Adang Sudrajat
Anggota DPR RI, Adang Sudrajat

Jakarta (10/10) -- Anggota DPR RI, Adang Sudrajat meminta pemerintah untuk membatalkan rencana kenaikan BPJS kesehatan. Legislator dari Kabupaten Bandung dan Bandung Barat ini berkeyakinan bahwa, bila BPJS di naikkan, dampak yang dirasakan masyarakat yang tergolong memiliki ekonomi lemah akan sangat terasa bebannya.

Baru-baru ini, kata lelaki yang berfrofesi sebagai dokter ini pemerintah memiliki rencana akan menaikkan Iuran Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan (BPJS) Kesehatan. Rencana kenaikan ini dilakukan secara serentak pada tahun 2020 pda golongan kelas I dan II. Masing-masing kelas akan naik dari Rp80.000 menjadi Rp160.000 dan Rp51.000 menjadi Rp110.000.

“Saya melihat, bahwa Pemerintah saat ini sedang tambal sulam kebijakan, untuk menutupi defisit BPJS, yang cenderung memberatkan dan membebani rakyat”, kata dokter Adang.

Dokter Adang menjelaskan, bahwa masyarakat yang paling terbebani oleh kenaikan BPJS adalah masyarakat yang merupakan Pekerja Bukan Penerima Upah (BPU). Mereka pekerja yang melakukan kegiatan atau usaha ekonomi secara mandiri untuk memperoleh penghasilan dari kegiatan atau usahanya tersebut yang meliputi : Pemberi Kerja; Pekerja di luar hubungan kerja atau Pekerja mandiri dan Pekerja yang tidak termasuk pekerja di luar hubungan kerja yang bukan menerima Upah, contoh Tukang Ojek, Supir Angkot, Pedagang Keliling, Dokter, Pengacara/Advokat, Artis.

“Pekerja bukan penerima upah adalah kelompok masyarakat yang paling rentan terhadap perubahan iklim usaha, tapi paling berjasa dalam memacu perekonomian. Golongan ini ditenggarai yang paling banyak menunggak iuran bpjs, karena iklim usaha yang tidak kondusif” Urai Adang.

Ketua Bidang Pekerja, Petani dan Nelayan, DPP PKS ini menjelaskan bahwa, Kebijakan meletakkan BPJS sebagai satu satunya penyelenggara JKN adalah keputusan politik yang gegabah karena selain menafikan kemampuan beberapa daerah yang memiliki keluangan finansial. Juga terbukti kontra produktif terhadap desentralisasi kewenangan yang sedang di bangun.

“Pemerintah terhadap BPJS ini seperti menganugerahkan kewenangan monopoli operasional pada badan yang belum terbukti kehandalannya. Pemerintah terlalu percaya diri memeberi kepercayaan yang sangat besar kepada BPJS sebagai operator JKN dari sebuah negara besar dengan penduduk yang padat, sehingga pada akhirnya realisasi di lapangan menjadi amburadul”, pungkas Adang Sudrajat.