10 Tewas Ditembak KKB, Fraksi PKS DPR Kecam dan Minta Pemerintah Serius Tangani Papua

Anggota DPR RI Fraksi PKS, Sukamta
Anggota DPR RI Fraksi PKS, Sukamta

Jakarta (18/07) -  Anggota DPR RI Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Sukamta menyatakan turut berduka cita atas meninggalnya korban jiwa dari penembakan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Kampung Nogolait, Nduga, Papua. Peristiwa pada Sabtu (16/7/2022) ini menyebabkan 10 orang tewas.

“Kami Fraksi PKS DPR RI turut berduka cita atas meninggalnya rakyat akibat penembakan brutal KKB Papua Merdeka. Kami mengecam tindakan KKB Papua Merdeka dan meminta tindakan ini harus segera dihentikan karena masyarakat sipil yang tidak bersalah. Selain itu, TNI-Polri harus segera memberantas KKB ini agar tidak semakin meluas dan meresahkan masyarakat,” jelas Sukamta.

Anggota Komisi I DPR RI ini juga memberikan masukan kepada TNI-Polri terkait pola penanganan KKB Papua Merdeka.

“Pertama, TNI-Polri juga perlu untuk mengubah pola pendekatan pemberantasan KKB ini. Jika selama ini cenderung defensif dengan pola melindungi objek vital dan membangun pos-pos pengamanan, sudah saatnya TNI-Polri memburu KKB sampai ke sarangnya. Proses penegakan hukum juga harus mengedepankan peran dan keterlibatan masyarakat sipil agar tidak terjadi salah sasaran,” tandas Sukamta.

Kedua, menurut Sukamta, perang opini publik juga harus dilakukan oleh TNI-Polri. Saat ini setidaknya ada 9 kelompok teroris KKB Papua yang beranggotakan sekitar 150 orang. Sedangkan anggota KKB Papua yang bersembunyi atau sedang melakukan indoktrinasi, penggalangan opini jumlahnya belum terpetakan. Langkah-langkah pemetaan dan penanganan ideologi Papua Merdeka juga harus dilakukan sehingga tidak muncul anggota-anggota baru Papua Merdeka.

Pemerintah harus membentuk opini publik berlandaskan data, fakta kejadian dan situasi kondisi di Papua, jelas dan jujur informasinya agar tidak dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok Papua Merdeka yang beroperasi dalam penggalangan opini publik.

“Saat ini muncul upaya pembentukan opini bahwa TNI-Polri melakukan pelanggaran HAM di Papua. Informasi-informasi mengenai kejadian-kejadian krusial di Papua harus disampaikan secara terbuka, jelas, dan transparan agar publik tahu dan percaya bahwa TNI-Polri bertindak sesuai koridor hukum. Pun apabila ada oknum TNI-Polri bertindak di luar koridor penegakan hukum maka harus diproses secara tegas. Semua itu agar masyarakat Papua, rakyat Indonesia, dan dunia percaya terhadap pemerintah Indonesia,” pesan Anggota DPR RI asal Dapil DI Yogyakarta ini.

Selain penegakan hukum, Fraksi PKS DPR RI melalui pernyataan Wakil Ketua Fraksi Bidang Politik Hukum dan HAM, Sukamta, berharap pemekaran di Papua berdampak pada peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) meliputi kesejahteraan, kualitas hidup, pendidikan, kesehatan Orang Asli Papua (OAP) meningkat.

“Kami, Fraksi PKS DPR RI sangat mendukung pemekaran Papua asalkan benar-benar untuk peningkatan kualitas manusia Papua. Kemudian, pemerintah memperhatikan aspirasi rakyat Papua dan memiliki rencana strategis serta implementasi secara bertahap membangun manusia-manusia Papua. Pemekaran harus mampu meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Papua dan Papua Barat yang hingga saat ini setiap tahun selalu berada di bawah rata-rata IPM nasional.”

Anggota Komisi I DPR RI ini menyatakan selama 20 tahun pelaksanaan Otonomi Khusus (Otsus) Papua, pemerintah pusat terkesan hanya memberikan dana dari pusat ke daerah, kemudian membiarkan dana tersebut dikelola secara bebas oleh pemerintah daerah Papua dan Papua Barat.

“Dana puluhan triliun digelontorkan untuk Otsus namun dalam implementasi, pengawalan dan evaluasi terhadap hasil masih jauh sekali dari harapan rakyat Papua. Dana Otsus lebih banyak dialokasikan untuk belanja birokrasi pemerintahan seperti belanja pegawai, belanja barang dan jasa. Sedangkan kebutuhan layanan publik yang menyentuh rakyat secara langsung minim dan tidak berjalan baik,” ujar Sukamta.

Secara khusus Sukamta menekankan bahwa pemekaran, otonomi khusus harus memprioritaskan subjek utama yaitu Orang Asli Papua (OAP).

“Pendekatan pembangunan manusia Papua harus khusus tertuju pada OAP yang selama ini merasa terpinggirkan, termarjinalkan, inferior, dan merasa hanya diperalat saja. OAP merasa makin tersisih dengan hadirnya para pendatang dari berbagai daerah di Indonesia. Ini problem serius dan pemerintah harus fokus menyelesaikannya. Persoalan pemekaran, dana Otsus hanyalah metode atau sarana sedangkan sasaran, rencana penyelesaian, implementasi, monitoring ,dan evaluasi harus dilakukan dengan baik dan ketat agar tidak terulang lagi kegagalan dana Otsus dan pemekaran wilayah,” tutup Sukamta.